Fokus

Mengenang Perjuangan M. Jasin Bersama Keluarga

Selasa, 30 April 2019 08:21 WIB

Komjen Pol. M. Jasin dikenal sebagai Bapak Brimob karena pengabdiannya kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagai pelopor terbentuknya Korps Brigade Mobil yang dulu disebut dengan nama Polisi Istimewa. Kiprahnya sebagai Brimob banyak menorehkan sejarah terhadap perjuangan dan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Jasa-jasanya terukir dan diabadikan dalam museum sejarah dan monument perjuangan. Semangat perjuangan dan pengabdiannya hingga saat ini menjadi motivasi bagi generasi Brimob yang berada di seluruh nusantara.

  1. Jasin kini telah tiada, tapi jasa-jasanya tetap ada dan dikenang sepanjang masa karena namanya terukir dalam sejarah sebagai pahlawan nasional. Disisi lain banyak orang tidak tahu bagaimana kehidupan pribadi M. Yasin bersama keluarga kala itu. Reporter terataikembali ingin mengenang M.Yasin melalui puteri sulungnya bernama Inu Rubinyanti yang didampingi putranya, Ridwan Zachrie.

Diceritakan Ibu Rubiyanti, ayah adalah sosok orang yang sangat cinta keluarga dan selalu ingin dekat dengan keluarga, meskipun sedang dalam masa perang melawan penjajah Ibu selalu mengikuti kemanapun Ayah pergi. Hanya dalam keadaan sangat darurat, untuk sementara  waktu Ibu disembunyikan ditempat aman.

Menurut cerita, saya sendiri dilahirkan di dalam kendaraan tank saat perjalanan dari tempat pengungsian menuju kota Surabaya. Ketika itu, Ibu sempat meminta kepada Bapak agar ditinggal saja dalam perjalanan, tetapi Bapak tidak mengijinkan dan mengatakan, ”Biarkan dia dalam pelukanku, kalau toh dia mati biarkan mati dalam pelukan tanganku”.

Saya masih ingat semasa kecil, waktu gerilya bersama Bapak dan Ibu dari Pemalang ke Blitar berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter menyusuri gunung dan jurang. Kita membuat gubuk di hutan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Meski begitu, karena kasih sayang Bapak yang diberikan kepada keluarga, membuat Ibu merasa kuat dan senang mendampingi Bapak. Padahal waktu itu, Bapak menjadi target Belanda yang mencari pucuk pimpinan pejuang sehingga Bapak harus bergerilya melawan Belanda.

Sementara itu, Ridwan Zachrie, sebagai cucu pertama M. Jasin banyak mendapat cerita dari sang kakek. Bahkan Ridwan (biasa dipanggil) dengan lancar bercerita tentang kisah perjuangannya dan strategi perang yang dilakukan kakeknya, mulai bagaimana membaca musuh agar berhasil dalam pertempuran.

Ketika itu, Kakek sebelum bertempur selalu mengirim orang menjadi mata-mata untuk melihat keadaan musuh. Hal yang cukup mengesankan, saat kakek ditahan oleh tentara Jepang dan bisa meloloskan diri karena berkat kerjasama yang baik dengan rekan seperjuangannya yang berada di luar tahanan sehingga kakek bisa lolos dan berhasil melucuti senjata yang ada di dalam gudang. Dengan senjata tersebut, kakek sebagai komandan pasukan Polisi Istimewa bersama para pejuang lainnya termasuk Bung Tomo menyusun kekuatan untuk melakukan pertempuran yang dikenal dengan peristiwa 10 November.

Saat itu kakek diakui oleh para jenderal tentara, bahwa Polisi Istimewa benar-benar berperang melawan pasukan sekutu. Meskipun keberadaan polisi sendiri baru diproklamirkan pada 21 Agustus 1945, namun mereka kuat dan bersatu bertempur habis-habisan pada 10 November 1945 hingga pasukan sekutu bisa dipukul mundur dan akhirnya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa dipertahankan.

Sejumlah keberhasilan yang diraih kakek dalam pertempuran, membuat rasa bangga Presiden RI pertama Ir Soekarno, yang mengatakan “Beri Aku 5 Moh. Jasin, Maka Republik Ini Akan Aman”. Kepercayaan Presiden Ir. Soekarno kepada kepolisian sangat tinggi sehingga Soekarno selalu minta dikawal polisi sepanjang hidupnya.

Bahkan ketika kakek dibuang keluar negeri yang akhirnya bertemu dengan Presiden Ir. Soekarno. Didalam pertemuan itu, kakek berkata kepada Soekarno bahwa dirinya dibuang. Pak Soekarno menjawab, kamu tidak dibuang tetapi diamankan karena situasi politik sedang tidak memungkinkan jika berada di Indonesia. Setelah situasi kondusif,  kakek diperintahkan pulang ke Indonesia oleh Soekarno.

Ada satu kejadian yang masih diingat Ridwan saat peristiwa gerakan 30 September 1965.  Pada waktu itu, kakek sempat dicari-cari pasukan Cakrabirawa. Padahal kakek masih tinggal di rumah Cipete Raya Jalan Fatmawati, tetapi tidak ditemukan pasukan Cakrabirawa sehingga kakek selamat dari peritiwa penculikan. Mungkin PKI hanya fokus dengan jenderal angkatan darat, jadi tidak terlalu antusias mencari kakek.

Pada kejadian 30 September, paginya banyak polisi dari Mabes mengecek ke rumah untuk mengetahui keberadaan kakek. Karena nama kakek termasuk yang berada dalam daftar nama dewan jenderal yang akan diculik. Selanjutnya kakek diberi kabar bahwa situasi keamanan sedang genting, lalu kakek diundang ke Mabes Polri untuk konsolidasi bersama Kapolri.  

Satu pesan kakek yang sering diucapkan, “kalau kita mengabdi, sejarah tidak bisa dibohongi, karena nanti yang akan membuktikan sejarah itu sendiri”. Hal itu yang menjadi kebanggaan keluarga, termasuk saya sendiri yang semasa kecil selalu bersama kakek. Kakek juga mengatakan, mengabdi kepada negara itu tidak harus jadi polisi atau tentara, dimanapun bekerja yang bisa berguna bagi orang lain maka itu juga sebuah pengabdian. Selalu bersikap jujur, adil dan disiplin, karena hal itu sangat penting dan prinsip dimanapun berada.

Sebagai cucu Komjen Pol M Jasin, saya merasa senang dan bangga karena merasakan langsung sejarah perjuangan Polisi Istimewa saat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Ada satu keinginan kakek yang selalu diucapkan, yaitu berharap Brimob menjadi besar. Karena kakek sempat kecewa ketika pangkat komandan Brimob diturunkan dari Brigjen menjadi Kombes, meskipun akhirnya menjadi jenderal kembali. Andaikan kakek masih hidup tentu akan bangga melihat Korps Brimob saat ini, bertaburan bintang atau jenderal. Apalagi dengan struktur baru di Korps Brimob ada empat jenderal, hal itu menunjukkan bahwa Korps Brimob yang selalu dibanggakan kakek menjadi besar di republik ini.

Menjadi seorang anak dan cucu pejuang, kami merasa banga kepada pemerintah karena telah memberikan gelar pahlawan kepada kakek, meskipun kakek sendiri tidak mengharapkan disebut sebagai pahlawan nasional. Prinsip Pak Jasin “Dalam hidup, berjuang demi bangsa dan negara harus mengedepankan kejujuran, keikhlasan, disiplin dan intergitas”.

Sebelum mengakhiri ceritanya, Ridwan Zachrie berharap, peran Brimob tetap sentral terhadap Republik Indonesia dan tidak melupakan sejarah para pejuang karena itulah cikal bakal polisi Indonesia.***